logo blog

Jumat, 11 Mei 2012

Makalah Tentang Puasa

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sang pencipta alam semesta karena berkat rahmat, dan hidayah-Nyalah kita semua diberikan kesehatan.Dan shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW karna berkat beliau kita dapat berada pada jalan yang dirhidoi Allah SWT.amin
Dengan pertolongan dan hidah-Nya, makalah ini dapat selesaikan dan disusun berdasarkan kemampuan kami dengan harapan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritikan dan saran yang bersifat positif untuk kesempurnaan makalah ini. Merupakan suatu harapan pula,semoga makalah ini menjadi amal shaleh dan menjadi motifator bagi penulis untuk menyusun makalah ini yang lebih baik dan bermanfaat.



Gondanglegi, 02 Desember 2010

Penulis





i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Telah kita ketahui bersama bahwasannya puasa telah dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu seperti pada surat Al-Baqoroh ayat 183 Yang berbunmyi "Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." Oleh karena itu sebelum kita mengerjakan kewajiban berpuasa, sebagai sdorang muslim tentunya harus tahu atau mengerti tata cara berpuasa dengan baik dan benar.
dengan cara belajar ilmu fikih tentu seorang muslim akan paham tentang tata cara beribadah yang benar, yang mana seperti yang akan kita bahas bersama pada makalah ini, yaitu tentang bab “Puasa” semoga kita semua senantiasa memperoleh petunjuk dari Allah SWT dan selalu dijalan yang lurus, Amin.

B. RUMUSAN
1. Meningkatkan ketaqwaan, keimanan mahasiswa kepada Allah SWT, Rosul-rosul-Nya Dan kitab-kitab-Nya
2. Untuk menjadikan umat islam supaya faham tentang ilmu fiqih mengenai bab puasa.
3. Supaya mengerti apa yang akan dilakukan jika terdapat permasalahan tentang puasa di masyarakat nantinya



1
BAB II
PEMBAHASAN
1.PENGERTIAN DAN DASAR PUASA
A. Devinisi
Puasa menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dengan disertai niat ibadah kepada Allah, karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.
B. Dasar Puasa
              
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." (S.al-Baqarah:183)

2.MACAM-MACAM PUASA
a) PUASA WAJIB
1) Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan yaitu puasa yang diwajibkan pada seorang muslim yang mana pelaksanaannya dilaksanakan dibulan Rhamadan. Dibulan ini seorang muslim diharuskan beribadah dengan giat dan tekun karena dibulan ini telah banyak terkandung pahala yang berlipat ganda dan ada malam yang special yaitu malam Lailatu Qodar.
2
2) Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan
3) Puasa Nazar
Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya
b) PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
- Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
- Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
- Puasa hari Senin dan hari Kamis.
- Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
- Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
- Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
- Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci dll.


3
c) PUASA MAKRUH
1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
3. Puasa pada hari syak (meragukan)
d) PUASA HARAM
1. Puasa pada dua hari raya
2. Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
3. SYARAT SAH PUASA
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
a) Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
b) Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
c) Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
d) Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
e) Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
f) Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.



4
4. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
a) Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
b) Jima' (bersenggama).
c) Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
d) Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
e) Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
f) Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
- Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
- Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
g) Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan.
Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
5
5. HALANGAN BERPUASA
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
a) Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
b) Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
c) Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
d) Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.

6
6. CARA MENENTUKAN IBADAH PUASA
Awal puasa ditentukan dengan tiga perkara :
1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).
2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.
3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.
Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini:
1. Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081)
2. Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa’I 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
3. Hadits dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila datang bulan Ramadhan, amka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal.” (HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar 105, Ahmad 4/377, Ath-Thabrani dalam Ak-Kabir 17/171 dan lain-lain)

7
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.” (HR. An-Nasa’I 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum Nabi, hal. 29)
7. PERBEDAAN MATHLA’ (TEMPAT MUNCUL HILAL) DAN PERSELISIHAN
Pendapat Pertama:
Setiap negeri mempunyai ru’yah atau mathla’. Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i.
Pendapat Kedua:
Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma’ telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru’yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (negara di Rusia) dan Andalus (negeri Spanyol).




8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bahwa setiap muslim dwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT Khususnya berpuasa. Dan sebelum seorang muslim tersebut berpusa tentunya harus tahu caranya yaitu dengan cara mempelajari Ilmu Fikih. Sehingga seorang muslim tersebut dapat melakukan kewajiban berpuasa dengan baik dan benar.
B. Penutup
Demikian Makalah yang dapat kami berikan. Kami sadar manusia tempat salahj dan lupa, demikian juga dalam penyusunan m,akalah ini, tentu masih banyak hal-hal yang harus kami sempurnakan. Untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan.
Akhir kata terima kasih kami ucapkan dan semoga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari makalah ini. Amin.








9
Daftar Pustaka
- Rasjid, Sulaiman.1994. Fikih Islam.Bandung: Sinar Baru Argensindo
- M. Noor Matdawam, Ibadah puasa dan amalan-amalan di Bulan Suci Ramadhan
- Maftuh Ahnan, Mutiara Hadits Shahih Bukhari
- Al Qur’an
- http://isamujahid.wordpress.com/2008/09/05/macam-macam-puasa/
















10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. ii
BAB. I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………..…….. 1
B. TUJUAN MASALAH ………………………………………………………….…. 1
BAB. II PEMBAHASAN MASALAH
A. PENGERTIAN DAN DASAR PUASA ………………………………………….. 2
B. MACAM-MACAM PUASA ……………………………………………………... 2
C. SYARAT SAH PUASA ………………………………………………………….. 4
D. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA …………………………………. 5
E. HALANGAN BERPUASA ………………………………………………………. 6
F. CARA MENENTUKAN IBADAH PUASA …………………………………….. 7
G. PERBEDAAN MATHLA’ (TEMPAT MUNCUL HILAL) ……………………... 8
BAB. III PENUTUP
A. KESIMPULAN …………………………………………………………………….… 9
B. SARAN ……………………………………………………………………………..… 9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………... 10









ii


EmoticonEmoticon